Siang ini setelah selesai menunaikan mandi siang dan mencuci mendadak saya terkenang akan malam-malam begadang ditemani semangkuk mie goreng pedas dan secangkir kopi. Saya ingin membuat mie goreng pedas tetapi kali ini tidak dengan secangkir kopi. Saya ganti dengan sebutir telur goreng.
Saya mempersiapkan semua bahan yang dibutuhkan. Sebungkus mie,
cabai, daun bawang, telur, bawang merah, dan kecap. Semua bumbu diracik. Telur yang
dicampur irisan bawang merah dan daun bawang telah siap digoreng. Mie sedang
direbus tinggal meracik bumbu di piring. Cabai rawit saya iris kecil-kecil kemudian
saya gerus, ditambah sesendok kecap dan bumbu mie. Saat memasukan bumbu, saya
merasa agak aneh. Kenapa bumbu mie goreng tidak ada saos dan kecapnya. Namun kemudian
saya berfikir, ah kan sudah saya tambahi kecap tadi. Saya pun tidak berfikir
banyak lagi karena sudah tidak sabar ingin menikmati hasil masakan.
Memasak selesai dan siap dinikmati. Sudah tidak sabar rasanya.
Saya duduk manis dan bersiap menyantap hidangan makan siang. Telur gulung
berisi potongan daun bawang dan bawang merah tidak pernah bosan saya santap. Lezat.
Akhirnya saya mulai menyendok mie pedas dengan garpu dan membulatkannya dengan
bantuan sendok makan. Saya bayangkan rasanya yang pedas manis. Begitu masuk
mulut dan ces, mata saya membulat. Lidah saya mengirim sinyal ketidakberesan. Sebuah
tanda tanya membayang. Kenapa rasanya sangat asin, padahal saya tidak
memberinya garam. Seperti kebanyakan bumbu. Jangan-jangan. Saya segera berlari
ke dapur dan memungut bungkus mie. Olalaaa. Rupanya saya salah mengambil mie. Salah
membaca label yang tertera di bungkus mie. Mie yang saya makan ternyata mie rebus bukan mie goreng. Pantas saat
menuang bumbu rasanya ada yang tidak beres, tetapi saat itu pikiran saya dipenuhi
keinginan untuk segera menyantap mie sehingga tidak mengecek label mie.
Sambil menikmati makan siang yang tidak lagi bersemangat,
semangkok mie asin dan telur gulung, saya menertawakan kebodohan saya siang
ini. Betapa fatal akibat tidak mau membaca label dengan teliti. Seringkali otak
saya penuh dengan rencana-rencana yang akan diperbuat terhadap sebuah barang. Tentunya
setelah saya berhasil memilikinya. Dan melupakan satu hal yang penting sekali. Membaca
label yang tertera. Termasuk aturan main penggunaannya. Apakah barang tersebut
cocok untuk saya miliki, mampukah saya merawatnya, pengorbanan apa yang harus
saya lakukan jika memilikinya dan sederet syarat lain yang harus mampu saya
penuhi.
Seringkali otak saya lebih memedulikan promosi yang sampai bahwa barang tersebut memiliki kualitas yang baik, dapat meningkatkan ini, itu, membuat begini dan begitu dan sederet promosi yang menjanjikan. Otak saya tidak sampai pada sebuah kalimat : apakah saya membutuhkannya, apakah nanti saya mampu merawatnya, karena barang yang bagus membutuhkan perawatan yang bagus pula. Lagi-lagi saya memilih untuk merasakan kecewa karena tidak mampu menakar diri. Tidak mampu menerjemahkan petunjuk, label yang tertera dengan baik dan bijak. Saya memilih menelan pil pahit supaya pemahaman untuk membaca label dengan bijak langsung saya rasakan. Langsung datang menohok akal saya yang sok pandai. Dan, pelajaran siang ini bukanlah yang pertama. Karena berulangkali saya salah membaca label dan berulangkali pula saya menelan kekecewaan. Kalau ada peribahasa yang berbunyi Kerbau dungu tidak akan jatuh ke lubang yang sama untuk keduakalinya, maka saya manusia yang konon lebih pandai dari Kerbau malah jatuh ke lubang yang sama berkali-kali tanpa mau belajar. Jangan-jangan saya memang lebih dungu dari kerbau.
~asna rosela~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar