Hari ini saya sangat telat untuk menulis di blog. Bukan karena
tidak punya ide menulis justru karena banyak sekali hal yang ingin saya tulis
malah membuat saya tak kunjung menulis satu katapun. Akhirnya saya memutuskan
untuk menulis tentang hal yang sudah pernah saya tulis sebelumnya dengan judul ending.
Saya tidak bermaksud mengulang apa yang sudah pernah saya sampaikan hanya ingin
menambahi sedikit.
Sejak kecil, saya mungkin juga anda sekalian yang dididik
dengan agama Islam tentu diajari sholat dan salah satu bacaan wajib sholat
adalah surat Al-Faatihah. Surat yang akan saya baca 17 kali jika saya
mengerjakan sholat lima waktu dengan penuh. Konon, sholat diartikan sebagai
doa. Doa, sebuah wujud permohonan pada
Tuhan, sebuah pengakuan atas ketidakmampuan kita dan pengakuan atas ke maha
mampuan Tuhan sehingga kita hanya berhak meminta pada Tuhan bukan pada
yang lainnya.
Ada satu kalimat yang selalu dibaca saat membaca surat
Al-Faatihah. Ihdinasshirootol Mustaqim, yang diartikan Tuhan, tunjukanlah
kami jalan yang lurus. Setiap hari selalu doa itu saya langitkan padaNya. Meskipun
setiap hari juga saya selalu berbuat salah, dosa, khilaf, lupa, kerugian dan
sederet kata-kata yang mewakili jalan yang tidak lurus. Tidak konsistenkah saya
dengan doa saya sendiri. Kurasa tidak juga. Atau Tuhan tidak mengijabahi doa
saya kah. Tentu tidak juga. Tuhan maha pengabul doa hambanya. Namun rupanya ada
mekanisme lain yang harus saya patuhi dan hormati keberadaannya. Peristiwa pengusiran
setan dari surga lantaran kehadiran manusia bernama nabi Adam AS. Saat itu
setan berjanji untuk selalu dan selalu menyesatkan manusia dan janji itu diijinkan
Tuhan. Jadi sebagai sesama makhluk Tuhan saya harus saling menghormati job deskripsi
masing-masing. Menghormati setan juga menghormati malaikat sebagai makhluk
Tuhan simbol kebaikan. Saya rasa ini bukan hanya alasan, hanya saya mencoba
mempertimbangkan sisi kemanusiaan saya. Dimana manusia dikaruniai akal dan hati
untuk memilih menjadi seperti setan atau malaikat. Tentu saja jika saya selalu
baik maka saya berubah menjadi malaikat demikian pula jika saya selalu buruk
maka saya bertransformasi sebagai setan. Saya tetap memilih sebagai manusia
yang memiliki akal dan hati yang selalu berhak memilih untuk menjadi baik atau
buruk.
Akankah pemakluman baik buruk ini menjadi tameng bagi kemanusiaan
saya untuk berbuat salah. Bahwa manusia adalah tempat salah dan lupa sehingga
wajar jika berbuat salah. Tuhan, betapapun buruk dan salah kelakuan saya,
setiap sebelum menutup mata ijinkan saya meminta Aalohummaj’alna min khusnil khotimah wala taj’alna min suil khotimah.
Tuhan berilah saya akhir yang husnul khotimah, bukan akhir yang su’ul khotimah. Tuhan berilah ending yang baik untuk saya. Amin.
Banyumas, 6 April 2013; 21:06
Tidak ada komentar:
Posting Komentar