Beberapa hari yang lalu saya melihat film Habibie &
Ainun. Sudah telat memang, karena saya tidak bisa melihat di bioskop dan harus
menunggu copian dari saudara sepupu.
Saya menangis saat menonton film tersebut. Bukan karena
kisah cinta Pak Habibie dan Ibu Ainun yang membuat saya berair mata, tetapi penghianatan
yang telah dialami Pak Habibie. Seorang Habibie yang berotak cemerlang bahkan
negara Jerman pun sangat menghormati kecemerlangannya, ternyata di negeri
sendiri tidak mampu berbuat apa-apa. Kecerdasannya seolah tidak ada harganya. Sangat
memilukan.
Bagaimanapun penghargaan, pengakuan, imbalan yang setimpal
atas kemampuan yang dimiliki merupakan kebutuhan dasar manusia. Saya tidak
dapat membayangkan betapa ego kita akan terluka berat saat kemampuan kita, atau
apa yang kita punyai tidak mendapat apresiasi positif dari orang lain. Menyakitkan.
Sebuah penghianatan hidup. Apalagi jika penghianatan itu datang dari orang-orang
yang kita cintai, orang-orang yang sangat dekat dengan kita. Sangat menyakitkan.
Namun sayangnya, segala sesuatu yang besar, yang sukses,
yang sempurna selalu butuh penghianatan yang juga sama besarnya sama suksesnya
dan sama sempurnanya dari orang-orang yang kita cintai. Setimpal memang, tetapi
tetap menyakitkan. Dan kesakitan itu membat kita harus menelan pil pahit
sebagai obatnya. Semacam jamu yang pahit tetapi menyehatkan. Tetapi saya yakin,
kesakitan itu akan menimbulkan rasa
setia. Setia terhadap cita-cita, setia terhadap impian, dan setia terhadap
kesetiaan itu sendiri. Ingin menjadi besar, bersiaplah untuk penghianatan,
dalam bentuk apapun.
Banyumas, 19 maret 2013 ; 00:42
Tidak ada komentar:
Posting Komentar