Jumat, 08 Maret 2013

At Home



Aku membayangkan sebuah tempat yang nyaman, bersahabat, meneduhkan dari apapun, dan membuatku selalu ingin pulang. Konon orang-orang menyebutnya ‘rumah’. Kata itu pernah tidak kumengerti sampai seperempat abad usiaku. Aku mencari-carinya bahkan aku menemukan rumah-rumah singgah yang membuatku nyaman. Meski sejak lahir aku pun sudah memiliki rumah. Rumah milik orang tuaku di Banyumas. Tetapi masih saja aku mencari rumah yang benar-benar membuatku selalu kembali dan membuatku nyaman. Benar-benar nyaman.


Aku memiliki beberapa rumah tinggal selain rumah orang tuaku di Banyumas. Saat kuliah, pesantrenku di Malang adalah rumahku. Tempat aku memperoleh rasa bebas dan menemukan Profesorku. Meski aku merasa telat juga untuk mengakuinya sebagai rumah, tapi Pesantren Luhur Malang adalah rumahku sampai kapanpun. Rumah keduaku adalah UKM Penulis UM tempat aku mengenal perempuan-perempuan hebat untuk hidupku. Disini aku mendapat teman untuk berbagi dan selalu menerimaku jam berapapun aku pulang. Meski kuliah jam berapapun selalu kusempatkan untuk menengok kondisinya. Pun sekarang aku memiliki rumah di Jogja. Pesantren Nurul Ummahat serasa at home bagiku.


Benarkah rumah adalah sebuah bangunan yang terbuat dari bata, semen, kawat dan bahan bangunan lainnya. Yang terdiri dari pondasi, tembok, atap, ada pula jendela, lantai dan aksesoris lainnya. Aku bisa berteduh dari panas dan hujan yang mengguyur. Bisa tidur dengan nyaman. Begitukah yang disebut rumah. Entahlah. Nyatanya selama seperempat abad aku masih mencari apa itu rumah.


Apakah rumah orang tuaku tidak menyenangkan? Tentu saja tidak. Rumah orang tuaku sangat menyenangkan tetapi kadang pula menjadi tidak menyenangkan terkait perbedaan kepentingan dan pendapat yang berkembang dari 6 kepala yang menghuninya. Hingga dalam perjalanan seperempat abad usiaku masih saja mencari rumah. Ya rumah, tempat yang akan selalu kukunjungi sejauh apapun aku pergi meninggalkannya.


Lama aku mencari-cari hingga aku lelah dan ingin menghentikan pencarianku. Kutelusuri semua jalan yang pernah kulalui. Aku terdiam mengeja perjalanan yang telah lampau. Apakah sebenarnya yang kucari dan masih saja membuatku tidak nyaman. Saat aku harus berani mengakui kesalahan-kesalahan yang telah kuperbuat, kesedihan-kesedihan yang ada, menundukkan egoku, mengakui fakta dan realita yang kumiliki dan berusaha menerima apapun yang telah Tuhan berikan dengan sebuah pemahaman bahwa Tuhan selalu Maha Kasih. Setelah kuhitung-hitung ternyata pemberian Tuhan amat sangat banyaknya. Fisik yang sempurna, keluarga yang sangat baik, teman-teman hebatku, guru-guru terbaikku, dan lain hal yang tak dapat kusebut satu-satu. Aku merasa woow ini sangat sempurna. Dan kesemuanya itu tersimpan rapi dalam hatiku. Ya di hatiku bukan di akalku, karna aku menyimpan mereka dengan rasa cinta yang tidak bisa kuganti dengan benci bahkan untuk orang-orang yang telah mengecewakanku. Mereka tersimpan rapi, dan kehangatannya masih bisa kurasakan saat aku kedinginan dan memberi rasa nyaman yang luar biasa dengan penuh syukur bahwa aku memiliki mereka, mengenal mereka untuk hidupku. Bahkan mereka tidak perlu pergi kemana-mana dan akupun tidak perlu kemana-mana karna mereka selalu kubawa di hatiku. Kemanapun aku pergi mereka kubawa bahkan kehangatannnya selalu kurasakan. Ah,, kalian tak akan terganti.


Tuhan,, akhirnya aku menemukan rumah yang selama ini kucari. Ternyata telah aku bawa sejak lahir. Rumahku adalah hatiku, tempat aku merasa nyaman, tempat aku merasakan cinta dariMu, dari orang-orang terkasihku, dan dari orang-orang yang berjasa untuk adaku. Ah, ternyata sesederhana itu arti rumah untukku. Selama hatiku merasa lapang, nyaman, dan sumeleh dengan semua kehendakMu serta bersyukur dengan semua rupa nikmat yang Engkau beri, selama itu pula aku menemukan rumah. Rumahku adalah hatiku, yang akan selalu kurawat, kubersihkan, kusemai dengan benih-benih kebaikan dan Cinta dariMu supaya buahnya bisa kunikmati di surgaMu. Semoga.



Banyumas, 7 maret 2013